2010/02/23

The Unseens chapter 3 (Contract)

by Radheya Anggun Feldhit "aq sudah menunggumu, terima kasih bnyk Rein atas pujianny, akan tetapi aq ini bkn sebuah boneka...". Gadis itu bs membca pkiranku, dmn keadaan ku sndri skrng telah mati!

"ka... kau bs membca pkiranku?!" tanyaku kpadany. Gadis itu menjawb dengan sedikit senyuman "tidak Rein, sungguh aq ini tidak jauh brbeda dgn kalian para manusia. Aq hanya membca ekspresi wajahmu". Bicara apa dia, bknkah dia sendiri manusia.
"kalian cepat akrab y…" ucap Lynx memotong pmbicraan kami. "Ara... sudah lama tdk brtemu y Lynx, kau tdk bnyk brubah, tetap mirip dgnny" sapa gadis itu. Dgnny? apa mksd gadis itu? aq sama sekali tdk mengerti. Namun sepertinya gadis tersebut dan Lynx sudah saling mengenal cukup lama. Lalu dgn nada agak meninggi Lynx merespon omongan gadis itu"jgn membicrakanny…", "kau pun, tdk bnyk brubah y, msh sja pendek. Tdk mencoba obat penambah tinggi bdan?ckckck" lanjutny smbil tertawa kecil. "yaaa... mngkn aq hrus mencobany, kau sendiri? sudah mencoba memakai pelindung kepala? Kau tahu? Rambutmu itu bs melukai seseorang jika tdk memakai pelindung" jwb gadis itu. "INI KEREN TAU! INI FASHION! RAMBUT SEPERTI INI SDNG TREND!!!" jwb Lynx dgn sdkit triak. Yaaa... maklum model rambut Lynx memang seperti nanas, slah satu rambut trend d jpg, harajuku, yg modelny d sengaja tegak k atas dengan memakai hairspray.

"yasudahlah, selain itu ada yg lbih penting skrng ini, mengenai shabatku..." ucap Lynx smbil menghembuskan napas. Gadis itu mnjwb "aq tau..., ikut aq". Kami pun d ajak masuk menuju ruangan dmn d dlm ruangan tersebut trdpt hiasan2 antik, serta sebuah meja kerja kuno yg antik beserta kursiny. Gadis td pun berdiri di dekat kursi tersebut sambil berbicara “Aq belum memperkenalkan diriku padamu kn Rein? Perkenalkan namaku Alice, aq bukanlah manusia biasa seperti kalian pada umumnya. Aq adalah seorang BALANCER”. Apa? Lagi-lagi kata-katanya telah membuatku kebingungan. “Kita akan mengobrol sebentar. Aq pun akan menjelaskan sesuatu sehingga rasa bingungmu itu hilang Rein” lanjut Alice dengan sedikit senyuman. Lagi-lagi… dia membaca pikiranku. Kemudian Alice duduk di kursi antik yg mempunyai ukiran indah yang ada d sebelahnya itu dengan satu kaki ditumpukan pada kaki satunya lagi layaknya seorang bos. Lalu d dlm ruangan itu pembicaran kami pun dimulai…

Di dunia ini terdapat tiga lapisan, atau tiga bagian, atau tiga dimensi, terserah kalian para manusia ingin menyebut hal tersebut dengan kata-kata apapun. Yang pasti di dunia ini ada tiga ruangan atau dimensi yang membedakan. Yang pertama adalah dimensi dimana hanya yang suci yang bisa berada d dimensi tersebut, hanya “The Holy One” yang bisa berada di sana. Yang kedua adalah dimensi dimana para iblis, atau monster, atau apapun yang kalian pikir mengerikan, yang bahkan kalian buat filmnya, ya… monster atau iblis atau apapun berada. Hanya “The Unholy One” yang ada di dimensi ini. Dan… yang terakhir… adalah dimensi yang kalian para manusia tinggali. Dimensi yang sedang kita pijaki saat ini… berada di antara dua dimensi tadi. Sehingga pada akhirnya jika manusia mati, jiwanya yang tidak suci dan yang suci akan berada di dimensinya masing-masing. “Apakah sejauh ini kau mengerti Rein?” Tanya Alice kepadaku.
Aq… hanya bisa terdiam membisu mendengar penjelasan Alice tadi…
Namun jika memang itu kenyataannya, berarti ada satu hal yang ingin aq pastikan. Aq pun menjawab, “Aq mengerti…, jadi maksudmu aq akan masuk ke salah satu dari dua dimensi yang menghimpit dimensi yang kita tinggali sekarang ini kn”. “Kalau begitu aq ingin tahu apakah aq termasuk “The Holy One” ataukah “The Unholy One”?” tanyaku padanya.
“ Ckckck… tidak tidak … dalam kasusmu ini sedikit berbeda Rein, kasusmu ini spesial” jawab Alice.
“maksudmu?” tanyaku kembali.
Alice berdiri dari kursinya kemudian sedikit membungkuk ke arahku dan tangannya menahan beban tubuhnya dengan menyentuh meja antic yang ada di depannya. Kemudian dia pun menjawab, “Kau spesial Rein…, yang bisa memasuki dimensi Holy dan dimensi Unholy hanya penghuni aslinya dan para manusia yang memang ditakdirkan sudah saatnya mati. Namun kau… Kau berbeda, blm saatnya bagi kau untuk mati”.
“HA?! Omong kosong! Jiwaku berada di sini sekarang merupakan bukti bahwa aq telah mati, bukti bahwa memang sudah saatnya aq untuk mati!” jawabku dengan nada sedikit ditinggikan.
Kemudian Alice menjawab kembali, “aq sudah mendengar semuanya dari Lynx, sahabatmu. Kau kehilangan nyawamu demi menyelamatkan seorang anak kecil”.
“ya , lalu? Memang knp? Bknkah itu membuktikan bahwa memang sudah saatnya bagiku untuk mati?” tanyaku kembali.
“tidak, pada saat itu, seharusnya anak kecil itulah yang memang sudah saatnya untuk mati. Bkn kau…, karena itulah pada saat itu, pada saat sblm kau mau menolongnya. Aq yakin tubuhmu tidak bisa kau gerakkan kn, walaupun sesaat. Itu karena tubuhmu memang tidak seharusnya bergerak untuk menolong anak kecil itu. Seharusnya kau masih hidup dan anak kecil itu lah yang mati saat ini.” Ucap Alice.
Aq yang mendengar hal itu benar-benar tidak percaya… “Jika pada saat itu tubuhku tidak seharusnya bergerak, lalu knp pada saat itu tubuhku malah bisa aq paksa bergerak?!KNP?!” Tanya aq dengan nada sedikit emosi.
Kemudian dengan santainya dan disertai senyuman yang tipis serta tangannya yg di angkat ke arahku yang kemudian jari telunjuknya menyentuh pipiku dengan lembutnya. Aneh… padahal aq telah mati, namun dapat merasakan kelembutan sentuhan jari Alice. Alice pun menjawab, “makanya aq sudah bilang berkali-kali kan…, itu karena kau special Rein…”.
Aq… hanya bisa terdiam membisu kembali, tidak bisa balik melawan kata-katanya lg.

“Skrng… ada dua pilihan yang bisa kau pilih Rein. Yang pertama adalah kau bisa mendapatkan kesempatan kedua menjalani hari-harimu seperti biasanya. Menjadi seorang siswa dari salah satu sekolah terkemuka yang ada di Jepang ini. Yaa… kembali menjadi dirimu seperti biasanya…” Alice berkata.
“Apakah itu mungkin…” Tanya aq kepadany.
“Tentu saja, HANYA SAJA… kehidupanmu kembali tentu saja akan ditukar dengan kematian anak yang telah kau selamatkan. Dan… bagaimanapun juga itulah yang seharusnya terjadi, kau tetap hidup, dan anak itu mati. Begitu kn seharusnya…” jwab Alice.
“TIDAK!” jwb aq tegas.
“aq tidak akan menukar nyawa anak itu untuk mendapatkan kehidupanku kembali, anak itu berhak hidup! Aq… tidak mau melakukannya… aq… telah menerima keadaanku saat ini, keadaanku yang telah mati” Lanjut aq.
Kemudian Lynx yg semenjak tadi terdiam sambil menyilangkan tangannya di dadanya berbicara memotong pembicaraanku dan Alice, “aq bisa menduga apa yang dikatakan oleh Rein. Dia menolaknya kan?”
“ya” respon Alice
“kalau begitu mau tidak mau Rein harus mengambil pilihan ke dua kn” lanjut Lynx berbicara.
“aq pikir begitu” jwb Alice smbl tersenyum halus.
A… apa? Aq mau tidak mau harus mengambil pilihan kedua?
Untuk mengetahuinya lebih jelas aku pun berbicara, “Jika begitu keadaannya…, jelaskan padaku terlebih dahulu mengenai pilihan ke-dua tersebut”.

Alice pun berkata, “pilihan ke-dua adalah… kau harus mengadakan KONTRAK denganku”
Kontrak? Kontrak apa? Tidak mungkin dia membicarakan tentang kontrakan rumah atau semacamnya. Pembicaraan ini semakin rumit saja…
“apakah KONTRAK ini ada sangkut pautnya jg dengan anak kecil yg aq selamatkan?” Tanya aq.
“tidak, KONTRAK ini hanya antara kau, dan aq…” jwb Alice.
Jika kontrak yang dimaksud Alice tidak ada sangkut pautnya dgn anak kecil yang aq selamatkan atau orang lain terkecuali hanya aq dan Alice, maka hal itu tidaklah menjadi masalah bagiku.
Baiklah akan aq terima kontrakmu.


“AQ MENYETUJUI UNTUK MENGADAKAN KONTRAK DENGAN MU ALICE!”


*to be continued*

No comments:

Post a Comment