2011/03/13

Korupsi Karena Penjajahan AS. Indonesia Terlalu Miskin

by Radheya Anggun Feldhit Penjajahan Ekonomi yg dilakukan AS lewat KOMPENI2 AS mengakibatkan Indonesia cuma menikmati 1% dari kekayaan alamnya. Ekonominya pun dikuasai. Karena itulah korupsi merajalela karena uang tak cukup dibagi rata.



http://kabarislam.wordpress.com/2010/03/12/royalti-emas-papua-freeport-99-indonesia-1/



Gaji Pegawai Negeri di Indonesia rata2 cuma Rp 3 juta/bulan. Padahal gaji pengantar Pizza di AS saja Rp 14 juta/bulan. Itu belum termasuk tips. Bagaimana para PNS tidak banyak yang korupsi?



AS pintar untuk mengatur agar boneka mereka yg jadi presiden di Indonesia. Demo 1966 dan 1998 ditengarai ditunggangi oleh AS. AS dengan pintar memberi beasiswa ke AS dan juga West Point untuk militer agar bisa merekrut orang2 yang bisa dijadikan kaki tangan mereka (tentu tidak 100% lulusan sana mau jadi antek). Ada media yg oplahnya sedikit, namun dengan suntikan dana dari AS lewat "Iklan" perusahaan2 yg dekat dgn AS akhirnya tetap bertahan.



Selama penjajahan AS tidak dilawan dan Indonesia cuma dapat 1%, selama itu korupsi akan merajalela.

Cinta tanah air adalah hadist palsu!?

by Radheya Anggun Feldhit Ada sebuah kalimat yang sering disebut – sebut sebagai hadits Nabi –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- di dalam majelis – majelis. Kalimat itu sangat populer dikalangan masyarakat awam dan para Ulama yang bukan ahli hadits.





Lengkapnya berbunyi :

“Hubbul wathoni minal Imaan (Cinta tanah air sebagian dari iman)”





Akan tetapi para Ulama’ Ahli hadits (muhaditsin) menilai dan sepakat bahwa itu adalah HADITS PALSU (Maudhu’) karena Rasulullah –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- tidak pernah mengatakan seperti itu.





Imam As-Suyuti dan Al-Sakhowi berpendapat “lam ‘aqif ‘alayh (Saya tidak menemukannya)”. kalimat lam ‘aqif ‘alayh di dalam ulumul hadits (ilmu hadits) dikenal sebagai istilah untuk hadits maudhu’ (palsu).





Imam Hasan ibn Muhammad Al-Shaghani yang mengarang kitab al-Masyariq seperti dinukil oleh Imam Al-Ajluni juga menegaskan bahwa hadits tersebut maudhu’ (palsu). Begitu juga dengan Imam Darwisy Al-Hut.





Bahkan Ali Al-Qari berpendapat bahwa hadist itu tidak ada kaitannya antara cinta tanah air dan keimananan, dan itu aneh sekali.





“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka.” (An-Nisaa’ : 66)





Menurut Al-Qari, ayat ini menunjukkan orang – orang munafiq itu mencintai tanah air mereka dan mereka tidak beriman (kafir). Karenanya tidak ada kaitannya antara cinta tanah air dan keimanan.





Sama kita tau bahwa hadits palsu HARAM untuk disebarkan bagi yang tau dan HARAM masuk ke dalam majelis – majelis.





Rasulullah –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- bersabda, “Sungguh, kedustaan atas namaku tidaklah seperti dusta atas nama selainku. Barangsiapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku maka hendaknya ia menempati tempatnya di dalam NERAKA!” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 3)





Dan sangat diharamkan jika kita menyampaikan suatu hadits yang kita tau bahwa itu hadits palsu yang tidak bersumber dari Rasulullah –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam-.





Sebagaimana beliau –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- bersabda,

“Barangsiapa yang meriwayatkan dariku sebuah hadits , sedang ia tau bahwa hadits itu BOHONG, maka ia TERMASUK ORANG – ORANG PENDUSTA.” (HR. Muslim no. 4 dan Tirmidzi no. 2664)



Bahkan sekarang banyak yang mengatakan perkataan para Shahabat (atsar) tanpa sanad, padahal sanad dalam ilmu hadits sangat penting. Mereka mengatakan Abu Bakar berkata begini, Umar berkata begini, Utsman berkata begini dan Ali berkata begitu, tapi tanpa sanad.



Imam Abdullah bin Al-Mubarok –Rahimahulloh- seorang Tabi’in pernah berkata, “Sanad itu bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, niscaya siapapun akan berbicara semaunya.” (Mqoddimah Shohih Muslim)



Semoga Alloh mengampuni ‘Ulama tsiqah pendahulu kita di Indonesia maupun luar Indonesia yang tidak sengaja menyebarkan / menukil hadits ataupun atsar palsu di dalam kitab – kitabnya (saya tidak akan menyebutkan nama mereka satu persatu).

Proyek Empat Ruas Jalan Tol Dalam Kota DKI Jakarta Bertentangan dengan Etika Pembangunan

by Radheya Anggun Feldhit Proyek Empat Ruas Jalan Tol Dalam Kota DKI Jakarta

Bertentangan dengan Etika Pembangunan



Pemprov DKI terus melenggang dengan rencana membangun enam ruas jalan tol dalam kota, yang empat diantaranya seharusnya tidak patut dibangun. Meski kritik terhadap rencana ini sudah saya sampaikan beberapa bulan lalu, dan sudah keluar pernyataan menolak dari beberapa pihak, Pemprov DKI tetap tidak peduli dan tidak pernah menanggapi alasan yang dikemukakan untuk menolak rencana ini. Seperti biasa, untuk proyek-proyek bernilai ekonomi tinggi seperti ini, Pemprov DKI tidak peduli dengan pelanggaran etika pembangunan dan etika kebijakan publik yang mereka lakukan.

Tidak semua dari enam ruas jalan tol yang direncanakan akan dibangun atas prakarsa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bisa dikategorikan sebagai kebijakan yang melanggar etika pembangunan dan etika kebijakan publik. Dari enam ruas jalan tol yang direncanakan itu, memang ada dua ruas yang bisa direstui oleh wakil rakyat dan Pemerintah Pusat. Kedua ruas yang pantas disetujui itu adalah ruas Semanan-Sunter dan Sunter Bekasi Raya, karena fungsinya sebagai penyambung hubungan lalulintas antarkota untuk jarak jauh. Untuk mempertahankan fungsinya itu, maka kedua ruas inipun harus dengan syarat agar peruntukan khusus bagi kendaraan dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya bisa dipastikan dengan cara tidak menyediakan pintu keluar-masuk di tengah masing-masing ruas tersebut.

Sementara, untuk empat ruas jalan tol lainnya yang juga digagas oleh Pemda DKI, rencana tersebut tidak patut disetujui karena mencederai hak rakyat atas jalan yang wajib dibangun oleh pemerintah sebagai jalan umum yang bukan jalan tol. Keempat ruas jalan tol yang direncanakan itu adalah ruas Duri Pulo-Kampung Melayu (11,38 km), ruas Kampung Melayu-Kemayoran (9,65 km), ruas Ulujami-Tanah Abang (8,27 km), dan ruas Pasar Minggu-Cassablanca (9,56 km).

Pembangunan jalan pada keempat ruas jalan itu memang dibutuhkan untuk mengurangi kemacetan yang sudah sangat kronis, tetapi keempat ruas jalan tersebut sangat tidak pantas dijadikan jalan tol. Sebab, apabila jalan yang dibangun itu adalah jalan tol berarti Pemerintah hanya ingin mengeruk uang dari rakyat dan tidak mengembalikan hak rakyat yang telah membayar berbagai jenis pajak, terutama pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar, dan pajak barang mewah kendaraan bermotor. Dengan pertumbuhan luas atau panjang jalan yang hanya 0,01 persen per tahun, sementara pemerintah menikmati penerimaan pendapatan pajak dari pertumbuhan kendaraan bermotor yang rata-rata 11 persen per tahun, jelas Pemerintah telah mengabaikan kewajibannya dalam membangun jalan. Lebih menyakitkan lagi, kondisi transportasi yang buruk akibat Pemerintah mengabaikan tanggungjawabnya itu, malah dijadikan alasan untuk mengambil lagi uang dari rakyat dan dijadikan jalan untuk memperkaya pengusaha.

Oleh karena itu, apabila pembangunan keempat ruas jalan tersebut direstui sebagai jalan tol, ini berarti Pemerintah melanjutkan praktek yang tidak etis dalam pembangunan yang tidak dilakukan di negara manapun. Mengabaikan penambahan jalan sehingga muncul kemacetan kronis seperti yang sekarang, lalu menjadikan kemacetan akibat pengabaikan kewajiban pemerintah sebagai lahan untuk berbisnis jalan tol bagi BUMD dan pihak swasta jelas sebuah kebijakan yang tidak bermoral.

Masyarakat perlu tahu, dan Pemerintah perlu sadar bahwa hanya Indonesia satu-satunya negara di dunia membangun jalan di tengah kota sebagai jalan tol. Di negara lain, jalan-jalan bebas hambatan memang dibangun oleh pemerintah, tetapi tidak dengan mengenakan pungutan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya mengoreksi alokasi-alokasi anggarannya yang tidak efisien dan tidak sasaran selama ini, sehingga hasil peneriman dari pajak yang terkait dengan kendaraan bermotor tidak sampai 30 persen yang dikembalikan untuk pembangunan prasarana transportasi.

Rakyat perlu meminta DPR RI, Pemerintah Pusat dan DPRD DKI Jakarta, untuk bersikap tegas mengehentikan rencana ini. Kalau tidak, ia akan mengukuhkan praktek-praktek yang tidak etis dalam pembangunan oleh pemerintah di Indonesia